Review Film Dilan 1990

Kemarin, tepatnya hari Rabu, di kampusku mengadakan sebuah acara yang ditujukan untuk memeriahkan Hari Film Nasional. Sebenarnya acara sudah berjalan, jauh sebelum Hari Film Nasional datang dan kurang lebih sampai hari inikalau gak salahhari terakhir ada pemutar film dan diskusi juga dengan salah satu Sutradara terkenal di Indonesia, aku gak usah sebut namanya... pokoknya yang itu orangnya.

Kalian kalau nanya aku kuliah di mana? bosanlah aku ngasih taunya. scroll saja artikelku yang lain... pasti ada.

Jadi aku cukup bersyukur karena aku tidak menonton film ini di bioskop, gak perlu mengeluarkan uang sedikitpun karena akhirnya film ini di bawa juga sama alumni kampusku buat dilihat bersama dan dilakukan diskusi bersama dengan salah satu krunya. Sayangnya si Dilan ini yang diskusi adalah Penata Artistiknya bukan Sutradaranyalowkey aku mau tau jika sutrdaranya yang datang dia dihabisi oleh pertanyaan mahasiswa kampusku nggak ya.

Aku ingat sekali duduk disebelah temanku, kami nonton Dilan ini ngebolos pelajaran yang lain... ini gak boleh kalian tiru ya. Tapi kami, mahasiswa semester 4 wajib untuk mengikuti acara IKAFI On Screen ini dan aku ikut lah... kebetulan juga nonton Dilan. Aku berpikir waktu masuk ke ruangan screening tentang gimana beruntungnya aku nonton gratis tanpa harus dibilang ngebajak tentunya. Kami duduk dan FYI, bisa selonjoran... mantap memang ini kampusku. Yang nonton tidak banyak dan juga tidak dikit pastinya.

Baiklah... sudah dulu sesi curhatnya kita masuk ke film Dilannya, kalau kata teman-teman aku "Kalian udah nonton Dylan belum?"

Nonton gratis... pasti akan ada sesuatu yang kurang atau emang dibioskop juga sama ya? Jadi scene Dilan di buka dengan seorang gadis bernama Milea yang duduk di depan sebuah jendela besar sambil mengetik cerita, lalu di lanjutkan lagi dengan scene entahlah... aku gak inget.

Film ini dari segi coloring cukup boleh lah... tapi aku gak ngerti ya... kenapa gradingnya belang-belang gitu? Warnanya bisa flat, bisa bluish, bisa warm. Mungkin untuk mood? tapi sumpah deh warnanya itu kayak gak mempunyai benang merah. Sebenarnya jika dipikir-pikir colour film Dilan ini sama dengan colour video clip Demi Lovato yang Tell Me You Love Me. Karena banyak warnya cool colour.

Banyak orang yang mempermasalahan sinematografi... mungkin waktu itu aku nonton sambil meringis dan menagtakan "apa sih?" "ih ini film cringe abis... ." "Ya Allah... ." . Seperempat jalan nonton film ini aku menarik kesimpulan bahwa film Dilan adalah gabungan antara film A Walk To Remember, di mana tokoh lakinya bad boy. Serta, Augustus dalam film The Fault In Our Stars. Di mana tokoh lakinya dan keluarganya memang lucu.

Lalu ada kekurangan dari film Dilan yang aku bilang sangat fatal. Masalah dimensi ruang waktu. Aku gak tahu bagaimana caranya film Dilan ini terlihat modern padahal latarnya 90-an. Ini jadi pembelajaran buat kalian para filmmaker muda. Lakukan riset, kelihatan banget sebenarnya film Dilan ini kurang riset di artistiknya. Aku emang gak hidup di tahun 1990an, tapi aku yakin aku ngerti dengan look and mood tahun 1990an. Menurutku, Dilan masih menyentuh sisi modern, jika konsepnya udah 1990an dan ternyata eksekusinya menyentuh modern... ini bisa jadi cambukan bagi kalian. Untung aja film Dilan bukan film sidang tugas akhir mahasiswa di kampusku. Aku yakin artistiknya yang paling digencar sama penguji nantinya.

Jika memang tidak bisa diusahakan dengan look and mood untuk film tahun 1990an, tidak masalah diubah ke look and mood zaman sekarang. Sayang banget loh adegan-adegan yang ada di exteriornya, kelihatan banget ngeblock jalanannya biar gak ngerusak look and mood 1990an. Sayang karena ngorbanin semuanya demi sesuatu yang tidak tercapai dengan maksimal. Gak mungkin angkot cuma lewat di jalanan yang ada satu atau dua mobil doang, ini tidak make sense dan make believe buat aku. Karena memaksa look 1990an, jadinya ada adegan yang harus di green-screen, temanku pun ada yang bilang ini FTV yang ada dibioskop aja. But... but... bagiku ini nilai tambah buat sutradara dan penata artistik karena peka dengan keadaan sekitar.

Pengadeganan. Aku suka dengan aktinya Milea. Sungguh... entah mengapa. Adegan Milea benar-benar anak SMA sekali, bahkan ada anak SMA zaman sekarang yang masih sama seperti Milea. Akting Iqbal bagus, hanya saja menurutku harus lebih diasah. Aktingnya pas marah seperti german expressionist. Mungkin kalian bisa nyari artinya apa di google. Lalu adegan yang kakak ITB itu, menurutku terlalu dipaksakan ada. Kenapa gak diubah saja menjadi mantan pacarnya Milea yang datang? Aku bilang dramatiknya pasti bakal lebih dapat. Apa semua ini karena takut penonton merasa kecewa? karena tidak sama dengan di novel... .

Lalu kalau begitu apa artinya dengan adaptasi? Harry Potter yang merupakan karya sastra lalu diangkat menjadi film adaptasi, beberapa ada yang berubah... bahkan mungkin banyak. Ini yang harus kembali jadi pelajaran.

Terakhir... aku gak tau apa karena aku nonton gratis. Film Dilan ini seperti off atau sama seperti bioskop juga? Ada beberapa dialog film Dilan yang di ADR. Biasanya dialog di ADR ketika dialog yang diucapkan oleh pemain tidak terdengar, itu biasa dan ya... maklum. Tapi lagu, ada saat di mana lagu tiba-tiba berhenti... benar-benar di cut berghenti... gak di fade out. OMG.... aku tambah merasa bersyukur gak harus merogoh uang dalam kantung celanaku buat nonton film ini di bioskop.

Sayangnya kejadian langsung cut dan stop ini nggak terjadi sekali, tapi dua kali. God... 

Duh.... Dylan... mending kamu belajar dulu saja yang benar... jangan buru-buru bikin sequel. Buat saja alternative universe film Dylan yang lain.



Komentar

Postingan Populer